Rabu, 19 Februari 2014

Catatan Harian Anas Urbaningrum (Bagian 3)


Sabtu, 11 Januari 2014

Tentu saja normal kalau saya bersedih atas hilangnya kebebasan di ruang tahanan. Tidak bisa berinteraksi normal dengan istri, anak-anak, dan keluarga besar. Tidak bisa bergaul dengan teman-teman dan para sahabat. Ruang hidup menjadi sempit, dibatasi tembok, pintu, petugas jaga, dan kewenangan penyidik. Ringkas kalimat, irama kehidupan berganti dari merdeka menjadi tidak merdeka. Status tahanan, berbaju kebesaran tahanan KPK, ditempatkan di kamar yang untuk sementara tidak boleh keluar sama sekali—makan, minum,  mandi, salat, dan tidur di tempat yang sama. Transformasi drastis dari kesempatan menjadi kesempitan.
Alhamdullilah, sedihnya adalah sedih biasa. Bukan sedih yang tak terkendali. Tidak perlu murung, marah-marah, atau bersungut-sungut. Sedih manusiawi yang harus dikelola menjadi energi positif. Saya meyakini ini adalah suratan takdir yang telah ditulis Gusti Allah dalam ketetapan-Nya. Ya, harus dilalui, dihadapi, dilewati dengan ikhlas dan penuh ikhtiar mencari dan menemukan keadilan. Tidak ada selembar daun pun yang jatuh tanpa pengetahuan dan ketetapan Tuhan, apalagi atas diri seorang manusia bernama Anas. Pasti semuanya sudah sesuai tulisan takdir Tuhan.
Saya teringat ayat Tuhan, "Apa yang tidak kamu sukai belum tentu buruk buat kamu.Kira-kira intinya begitu. Saya berusaha husnudzan semoga peristiwa ini menjadi jalan untuk menemukan ilmu dan hikmah yang diajarkan Tuhan di tempat-tempat sempit dan jauh dari kesenangan dan kenyamanan.
Sabar menjadi penting. Katanya, sabar itu bagian penting dari iman. Sabar terhadap musibah, kesedihan, kekurangan, kesempitan, ketakutan adalah ajaran iman yang penting. Orang baru berteori dengan sabar ketika belum dapat musibah. Ketika datang musibah, sabar menantang untuk dipraktikkan.
Di ruang tahanan ini ada kesempitan, di tempat lain mungkin ada kesempitan yang lebih. Di sini ada kesedihan. Di tempat lain pasti ada kesedihan juga. Di sini ada ketidaknyamanan, di tempat lain menyebar pula ketidaknyamanan. Bahkan mungkin di tempat-tempat kesenangan dan kekuasaan, di sini ada pula ketakutan dan ketidaknyamanan, karena tenang adalah urusan jiwa. Di tempat yang tenang dan nyaman belum jaminan ada jiwa yang tenang pula. Barangkali banyak yang tidak bisa tidur pulas, tidak seperti nikmat yang saya rasakan di ruang tahanan ini pada malam pertama. (Bersambung)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar